RSS

OTW Omzet 100 Juta Per Bulan

OTW Omzet 100 Juta Per Bulan


Hari kemarin (Senin, 1 Februari 2016) aku belanja buku sekitar 3,5 juta. Uang 3,5 juta itu terdistribusi ke 9 toko buku yang berbeda (sebenarnya aku masuk ke 11 toko, namun ada 2 toko yang sedang kehabisan stok buku yang aku cari). Buku senilai 3,5 juta aku jual lagi dengan menambah keuntungan, jika semua laku, katakanlah menjadi 3,9 juta. Misal, dalam sebulan aku melakukan transaksi seperti ini sebanyak 20 kali saja, maka omzet penjualanku sebulan mencapai 78 juta (hasil dari 20 kali 3,9 juta). Iya, prediksiku omzetku di bulan Februari berada di angka 78 juta. Ini sebuah angka yang realistis, melihat kondisi penjualan bukuku yang sedang “bagus” dan terus menunjukkan grafik peningkatan (banyak pelanggan yang terus berdatangan dan repeat order). Maka wajar bila aku membuat judul tulisan ini “OTW Omzet 100 Juta Per Bulan”. Artinya, sampai akhir tahun nanti, insyaAllah, omzet 100 juta per bulan akan benar-benar tercapai.

Yuk bicara hal lain...

Kemarin (Senin, 1 Februari 2016), dari pagi sampai malam aku berkeliling kota Yogyakarta, “wisata pustaka”. Masuk dari satu toko buku ke toko buku lainnya. Selain itu aku juga packing paket dan mengirimkannya sendiri (biasanya ada teman yang bantu packing dan kirim paket, tapi dia sedang mudik). Di sela-sela duduk, aku membalasi 20-an lebih chat dari pelanggan dan reseller. Cukup melelahkan. Yang paling melelahkan tentu saat motoran/sepedaan di jalan plus menggendong buku.

Pukul 09.15 aku naik sepeda, mengantar beberapa paket buku ke Agen Pos dan JNE Kopma UIN Suka. Pukul 9.30, aku gowes ambil buku di toko buku timur UIN. Pukul 10.00 aku pinjam motor, bergerak ke toko buku di Jalan Glagah Sari. Terus bergerak lagi ke Taman Pintar, masuk ke beberapa kios buku lantai 1 dan 2. Dari Taman Pintar aku meluncur ke toko buku di Jalan Suroto. Lalu aku pulang ke kos dulu, kemudian kirim paket lagi sekaligus mengembalikan motor teman, sekaligus ambil buku di Toko Buku Kopma. Sampai pukul 14.20 aku menunggu COD buku dengan teman di warung. Sehabis COD, aku berangkat ambil buku lagi dengan gowes, ke toko buku di Jalan Afandi. Selesai dari situ aku pulang. Lepas Magrib (saat hujan gerimis) aku kirim paket buku lagi ke Kopma. Aku berangkat tanpa jas hujan, hanya pakai topi koboi. Lepas Isya aku gowes (masih menerjang rerintik gerimis) ke sebuah mall di Jalan Adisucipto. Aku hendak mengambil pesanan novel bahasa Inggris. Meski saat itu sudah malam, hujan, namun tetap aku ke sana, karena temanku sudah transfer untuk novel itu dan besok pagi aku rencana mudik ke Cilacap. Jadi aku perjuangkan agar novel itu dikirim hari itu juga. Namun sayang, novelnya sudah habis duluan, ada lagi katanya dua minggu-an... Aku gowes sepeda lagi, masih gerimis. Mampir ke Kopma UIN buat bayar kiriman paket dan ambil resi. Lalu gerak pulang, masih gerimis. Sampai kos aku mandi, handukan, berpakaian rapi, wudlu lalu sholat Isya.

Iya, hari itu benar-benar sangat menguras energi. Ini bukan hanya kejadian sekali, namun sudah sering. Betapa perjuanganku amat sangat keras. Wajar, di kelas, saat perkuliahan aku sering terlihat capek dan ngantukan. Ini adalah “Behind The Scene” dari laris manisnya jualan bukuku di sosial media. Mungkin, hanya sedikit orang saja yang tahu di balik aktivitas jualan online-ku. Iya, aku tahu, ada beberapa orang tak tahu jika perjuanganku begitu luar biasa (baca: melelahkan). Meski aku sudah berjuang keras, namun ada yang “kurang” menghargai. Ada beberapa orang transfer pembayaran buku setelah Asyar minta dikirim hari itu juga, maksa lagi. Ada juga pelanggan tiap sebentar chat “sudah dikirim belum”, “dikirim hari ini ya”, “minta no. resinya cepat ya”, “kok ga balas-balas sih”, dan chat-chat yang senada. Tanpa mereka suruh pun, aku sudah berjuang maksimal. Aku tunjukkan salah satu “behind the scene-ku” tanggal 1 Februari 2016 pada mereka: Ini aku sedang di jalan, ini aku sedang packing buku, ini aku sedang ambil buku, ini aku lupa belum makan, ini aku lupa belum mandi, ini aku berjuang demi kamu, ini aku sedang... tapi tak mungkin semua itu aku infokan ke pelanggan di sosial media, itu akan malah menghambat pekerjaan.

Yuk, pindah ke cerita lain lagi...

Saat baru menjadi mahasiswa di UIN, aku pernah dapat pelanggan buku, dia minta COD. Buku itu cukup mahal, sementara uangku tak cukup untuk menebus buku yang masih ada di toko. Aku pinjam ke teman A, B, C, D, E: hasilnya nihil. Setelah bernegoisasi dengan pemilik toko buku, aku diperbolehkan utang dulu. Dulu, nyaris tiap hari aku berkeliling kota, melakukan kayuhan pedal sepeda ribuan kali, menempuh jarak puluhan kilometer, menguras berliter-liter keringat, masuk ke belasan toko dan kios buku (kadang masuk pameran buku). Dulu, ketika dapat pelanggan buku, aku merasa harap-harap cemas. Berharap agar pelanggan segera transfer, cemas bila pelanggan cancel pesanannya. Beberapa kali memang terjadi cancel. Aku hanya bisa berusaha ikhlas, berpikir positif dan fokus cari pelnggan baru Buku-buku yang pernah dicancel itu, ternyata beberapa waktu kemudian ada yang dibeli orang, ada juga yang berbulan-bulan tetap belum laku (sebagiannya lepas segelnya buat dibaca sendiri). Pernah pula ada yang aku resensi, kebetulan dimuat dimuat di koran. Lumayan, honornya tiga kali lipat harga buku yang dicancel pelanggan itu. 

Dulu, aku lebih banyak menunggu pelanggan transfer dulu, baru bukunya aku ambilkan di toko. Kini, aku berani kulakan dulu. Kini, aku menyetok buku-buku yang laris dan (menurutku) itu pasti laku cepat dan banyak peminatnya. Kini, aku berani memborong buku-buku bagus dan” langka” saat ada pameran atau saat menemukan di toko tertentu. Kini, di kamarku (sebagiannya aku titipkan di kos teman) aku memiliki aset buku sekitar 8 juta. Dulu, aku yang utang ke sana-sini pernah gak dapat, kini telah bisa memberi pinjaman ke belasan orang, berkali-kali. Sayang beberapanya susah ditagih, ada yang udah hitung 6 bulan, 12 bulan lebih namun belum mengembalikan. Karena ini, aku jadi harus hati-hati meminjami uang ke orang lain.
Yuk, ke cerita yang lain...
Aku sudah tiga tahun lebih berjualan buku di online. Membangun usaha ini penuh dengan perjuangan dan kesabaran. Kini telah menampakkan buah manisnya. Pelanggan semakin banyak, reseller juga cukup banyak. Maka ini sangat mendongkrak penjualan buku. Prestasiku di bidang penjualan buku tentu dilihat oleh beberapa teman dekat. Ada yang terinspirasi, ada yang mengajak sharing, ada yang mengajak kerja sama, ada yang meliput untuk berita. Nurfi, temanku, mewawancariku yang kemudian beritanya dipublish di edupost.co.id. Ilmi, temanku juga, meliputku juga yang beritanya muncul di lpmarena.co.id. Kemudian berita tentang sepak terjangku di bisnis buku dipublikasikan juga oleh 
Brilio.net, Harian Tribun Jogja, Kedaulatan Rakyat, Wajahkota.com, NET TV, DLL. Salah satu efek dari publikasi ini adalah meningkatkan trust ke banyak orang, yang semula hanya calon pelanggan, kini jadi pelanggan, yang semula mau beli buku ke aku banyak pikir, kini langsung take action untuk beli buku. Efek lainnya itu, banyak orang berdatangan untuk “berkawan” denganku. 

Yuk, pindah cerita...

Meski omzet sudah lumyan namun aku belum beli motor (sekalipun motor second). Ada alasannya, namun tak perlu dibahas panjang. Naik sepeda onthel sambil menggendong puluhan Kg buku dalam tas tentu bukan hal yang ringan. Cukup melelahkan, namun aku masih bisa sabar. Hehe. Naik sepeda itu seperti ada nilai-nilai sosial dan spiritual. Dalam perjalanannya, saat gowes sepeda, imajinasi dan inspiarsi berkelebat dengan mudahnya. Saat bersepeda, aku kerap bisa melakukan permenungan-permenungan tentang hidup... Ada dua pengalaman naik sepeda yang paling terkenang dalam benakku. Yaitu saat hujan gerimis, malam hari, aku naik sepeda ke Studio Pro 2 RRI Jogja untuk lomba baca puisi. Dalam perjalanan pedal sempat lepas, aku perbaiki, lalu gowes lagi. Sampai studio. Aku jadi peserta terakhir yang baca puisi. Aku lolos, masuk final. Saat final aku meraih juara 2 (kisah lengkapnya ada di notes FB 21 Desember 2014). Satu lagi pengalaman naik sepeda yang menggetarkan hati(ku), yaitu saat aku berkeliling toko-toko buku, sepedaku mengalami masalah, beberapa kali “nggepok” (bahasa Indonesianya apa yah?). Aku perbaiki, lalu jalan, namun nggepok lagi. Seorang warga di Jalan Pakualaman membantu memperbaiki sepedaku, jadi, terus aku gowes lagi, baru sebentar namun nggepok lagi. Aku perbaiki di bengkel pinggir jalan, jadi, aku gowes lagi, aman cukup lama. Sampai di Taman Pintar masih aman. Sampai Kotabaru masih aman... melewati UKDW, masuk Jalan Kusbini, sepedaku hancur, roda belakang berubah jadi angka 8. Aku tuntun, sampai penjual rongsok aku jual, hanya laku Rp. 15.000 (satu roda yang masih waras aku bawa pulang). Aku jalan kaki sampai halte, naik Trans Jogja, turun di toko sepeda, aku beli sepeda Polygon warna orange seharga Rp. 1,7 juta.

Mari ke cerita yang lebih menarik...

Kini aku semester enam di UIN Suka, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Binis jualan onlineku kini telah memperlihatkan wajah cerah nan sumringah. Indah sekali. Kini aku merekrut dua teman bagian packing, satu teman bagian logistik, dan aku sendiri juga ikut turun di logistik (selain promosi di online). Aku memiliki belasan reseller di berbagai daerah, beberapanya cerdas dalam marketing online sehingga cepat mendatangkan pelanggan yang transfer. Jumlah reseller yang banyak itulah yang membuatku banjir order dan cukup kewalahan. Maka dari itu kini aku sudah meminta bantuan beberapa teman untuk menangani “masalah” ini. Kini, setiap minggunya ada orang yang mau mendaftar jadi reseller, jika diterima semua, tentu aku akan sangat kewalahan. Paling, pembukaan pintu reseller (dan info lengkapnya) hanya aku lakukan 1 atau 2 bulan sekali. Bila nanti sudah “penuh” maka aku tidak membuka lowongan reseller lagi. Bila nanti sudah masuk reseller-reseller baru, aku mensyaratkan pada mereka minimal 1 minggu sekali melakukan 1 transaksi/pembelian buku (jika tidak tercapai, maka akan diganti reseller baru). Ini termasuk syarat yang mudah, meski begitu, bagi pemula mungkin susah. Aku akan membimbing mereka (reseller) yang merasa masih awam di marketing online (khususnya yang produk buku). Aku sendiri sehari bisa menjual 25 buku, kalau aku syartakan reseller laku satu buku dalam satu minggu: pasti bisa lah. Dalam prosesnya mereka (reseller) tentu akan bisa lebih produktif lagi.

Nah, ibaratnya, bulan depan aku memiliki 20 reseller (Maret 2016), misal rata-rata reller 1 hari laku 2 buku, berarti total resellerku dalam sebulan “menyumbang” penjualan sebanyak 1200 eksemplar buku. Aku sendiri “menyumbang” penjualan 750 eksemplar. Berarti total semua penjualan buku yang aku torehkan dalam sebulan adalah sebanyak 1950 eksemplar. Maka target omzet 100 juta per bulan dalam tahun ini, insyaAllah akan tercapai. Aku mesti membangun sistem yang lebih baik lagi, mesti belajar lagi, mesti membina reseller pemula dengan telaten, dan mesti melakukan tindakan-tindakan positif lainnya.

Mari bicara yang lain lagi...

Beberapa resellerku adalah orang-orang keren, orang-orang berprestasi, orang-orang ternama, namun aku kurang enak kalau mau mengekspos mereka. Intinya aku berterima kasih pada mereka. Atas kerja sama ini, omzetku jadi meningkat pesat. Yang lebih penting tentunya, kita bisa mendistribusikan buku-buku bermutu ke berbagai pelosok negeri, bahkan kita juga sampai kirim buku ke Singapura, Taiwan dan Hongkong. Meski dalam tulisan ini aku banyak bicara angka-angka dan omzet, namun sebenarnya jualan buku bukan cari keuntungan belaka, sebagaimana aku mengawali jualan buku ini tanpa berharap pun dapat keuntungan yang berlimpah-limpah. Dulu, puluhan kali, ratusan kali, sampai ribuan kali aku promosi namun hasilnya lebih banyak diabaikan orang: aku tak kecewa, aku tetap istikomah promosi buku. Bagiku, jualan buku adalah salah satu andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Biarlah penulis-penulis cerdas fokus menghasilkan karya yang gemilang, dan aku bagian kerja dalam menyebarkan karya bagus penulis-penulis cerdas itu. Sangat sayang, bila banyak buku bagus hanya teronggkok di toko, tak ada yang menjamah, tak ada yang membaca (tak ada yang membeli).

Mari bicara yang menarik lagi...

Rentang 26 Januari sampai 1 Februari aku telah menjual sebanyak 59 eksemplar novel Hujan karya Tere Liye. Tadi pagi, aku mengirim beberapa paket buku, salah satu tujuannya ke Jawa Timur. Pelangganku ini membeli sekitar 65 buku, saya kasih dua buku bonus. Nilai transaksi darinya seorang sekitar Rp. 4 juta. Aku ucapkan terima kasih sekali untuk pelangganku yang cantik nan baik ini, semoga rezekimu semakin lancar (biar bisa borong buku lagi. hehe). Semoga buku-bukunya bermanfaat.

Mari, bicara yang lain lagi...

Kenapa aku semangat sekali jualan buku? Sebabnya ini passion-ku, ini bidang yang aku kuasai, ini bidang yang telah aku pelajari (nyaris setiap hari) selama tiga tahun lebih. Kenapa aku membuat target omzet yang tinggi? Karena dengan pendapatan yang tinggi itu bisa aku gunakan untuk bayar kuliah dan biaya hidup sehari-hari di tanah rantau, dengan pendapatan itu pula bisa aku alokasikan untuk membiayi sekolah adikku dan membantu orangtua. Sudah wajar aku berusaha mencari penghasilan yang “layak” sebab aku sudah dewasa. Aku tak berharap warisan dari orang tua (karena orang tuaku tak punya banyak harta). Aku bekerja keras demi masa depan. Aku ingin beli tanah dan membangun rumah. Sekali lagi, aku tak berharap warisan orangtua, yang paling aku harapkan dari orangtua adalah doa-doa kebaikan dari mereka.

Kemiskinan keluargaku adalah cambuk bagiku untuk berjuang dan bekerja keras-cerdas-ikhlas-tuntas. Kau tahu? Sudah cukup lama rumah keluargaku dalam keadaan nyaris roboh (kabarnya sekarang sedang direnovasi). Rumahku di kampung adalah rumah yang “bodol”, hanya beralas tanah, dinding bambu, atap belakangnya dari welit. (Aduh, kok aku jadi ngelantur ke sini. Hehe). Tapi, semoga ini jadi cermin buat teman yang lain agar lebih bersyukur... Mungkin ini bisa jadi cermin buat yang lain untuk bisa lebih “berprestasi” dariku, sebab dalam kondisi keterbatasan ini aku sudah sedikit membuat capaian-capaian yang bagus... Pasti teman-teman yang lain punya peluang lebih besar lagi...

Pagi tadi, pukul 08.55 aku jalan kaki menuju halte, menggendong tas yang genduk penuh muatan dan menenteng kardus berisi buku. Aku naik halte, namun bus sudah jalan 60 detik yang lalu. Yah, harus nunggu 20 menit lagi. Aku dapat bus kedua, jalan... Turun di Halte Giwangan aku merasa agak pusing. Lantas aku beli dan minum Tolak Angin. Aku tanya ke Petugas Efisiensi. Katanya bus ke Cilacap berangkat jam 11.00, yang jam 10.00 sudah lewat, aku lihat jam sekarang pukul 10.03. Untuk pemberangkatan berikutnya masih lama. Aku duduk di bangku panjang sambil berpikir-pikir. Aku juga merasa badanku benar-benar kurang fit, kepala agak pusing. Sepertinya aku tak sanggup menempuh perjalanan jauh. “Coba tadi aku tak ketinggalan trans, pasti di sini sampai lebih cepat dan tak menunggu Bus Efisiensi satu jam lamanya. Kalau tak menunggu satu jam, aku mau mudik ke Cilacap sekarang (meski agak pusing), tapi kalau satu jam nunggunya, lebih baik aku tunda dulu mudiknya,” itulah sebagian yang berkecipak di benakku. “Tapi rasanya aku benar-benar kurang sehat. Oya, kemarin kan aku benar-benar kerja keras, dari pagi sampai malam sibuk kirim-ambil-angkut buku. Bahkan malamnya hujan-hujanan tanpa pakai mantel dan payung,” ujarku lagi, dalam gumam. Akhirnya aku mantap untuk menunda mudik (daripada terlunta-lunta di jalan).

Aku butuh istirhat. Dan aku sempatkan mengetik sebuah cerita ini... Semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 2 Februari 2016

6 komentar:

Unknown mengatakan...

kerenn kak aminn

Unknown mengatakan...

mantap brow di pertahankan

Optimis_bisa mengatakan...

Terima kasih sudah membaca. :)

Dr Amin Sahri

Unknown mengatakan...

Keep spirit :)

Menulis dan Mengekalkan Kenangan mengatakan...

ok sip

Risha Paramita mengatakan...

amin kecee!!!

Posting Komentar

Write here, about you and your blog.
 
Copyright 2009 Menulis dan Mengekalkan Kenangan All rights reserved.
Free Blogger Templates by DeluxeTemplates.net
Wordpress Theme by EZwpthemes
Blogger Templates